Bismillah.
Alhamdulillah.
Assalamu'alaikum,
Interaksi Dengan Pemerintah
Berinteraksi dengan pemerintah (wulatul amr) merupakan salah satu perkara penting dalam aqidah dan prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ia berpandukan kepada dalil-dalil syar‘i dari al-Qur’an, as-Sunnah, dan penjelasan para sahabat serta tabi'in.
Bagaimana seseorang muslim seharusnys berinteraksi dengan pemerintah? Adakah dengan membangkang segala-gala yang dibuat oleh pemerintah? Atau taat segala-gala yang diarah oleh pemerintah?
Berikut adalah panduan manhaj salaf tentang interaksi seorang muslim terhadap pemerintah:
1. Wajib Taat kepada Pemerintah Muslim dalam Perkara Ma’ruf
Dalil:
"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri di antara kamu..."
(Surah An-Nisa’ 4:59)
Penjelasan:
Taat kepada pemerintah adalah perintah syarak selama mereka tidak menyuruh kepada maksiat. Ulil amri di sini termasuk pemerintah Muslim, tidak kira adil atau zalim, selama mereka masih Muslim.
Ini berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur'an, hadis sahih, dan juga ucapan ulama salaf.
Makna Ulil Amri:
Para mufassir seperti Imam al-Tabari dan Ibn Kathir menyebut: “Ulil amri” merujuk kepada pemimpin dalam kalangan umat Islam, termasuk penguasa, hakim, dan pemerintah.
Ayat ini menunjukkan:
- Wajib taat kepada pemerintah Muslim
- Selama perintah mereka tidak melanggar syariat
Dalil Hadis:
Nabi ﷺ bersabda:
“Dengarlah dan taatilah (pemimpinmu), walaupun dia memukul belakangmu dan mengambil hartamu.”
(HR. Muslim no. 1847)
Hadis ini menunjukkan kewajiban taat kepada pemerintah, walaupun mereka zalim, selama mereka masih Muslim dan tidak menyuruh kepada kekufuran atau maksiat.
Hadis tentang larangan maksiat
Nabi ﷺ bersabda:
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perkara maksiat kepada Allah. Ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma‘ruf.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Maka jika pemerintah menyuruh maksiat, kita tidak taat dalam hal itu, tetapi masih tidak boleh memberontak.
Penjelasan Ulama Salaf.
a) Ibn Taimiyyah رحمه الله berkata:
"Ahlus Sunnah tidak melihat bolehnya keluar (memberontak) terhadap pemerintah, walaupun mereka zalim."
(Majmu’ al-Fatawa, 35/12)
b) Imam al-Barbahari (w. 329H) berkata:
“Jika kamu melihat seseorang mendoakan keburukan atas penguasa, ketahuilah dia ahli hawa. Dan jika kamu melihat seseorang mendoakan kebaikan untuk penguasa, maka ketahuilah dia Ahlus Sunnah.”
(Syarh al-Sunnah)
2. Tidak Boleh Memberontak (Khuruj) Selagi Tidak Kufur Jali (nyata)
Memberontak kepada pemerintah atau dalam istilah Arabnya "الخروج على الحاكم" (al-khurūj ‘ala al-ḥākim) bermaksud:
' Menentang, mengangkat senjata, menggulingkan, menabur kebencian, atau mencetuskan gerakan untuk menjatuhkan pemerintah Muslim yang sah.'
Penjelasan Secara Terperinci:
Memberontak kepada pemerintah itu adalah seperti:
a) Menolak ketaatan yang wajib kepada pemerintah Muslim dalam perkara ma’ruf.
b) Menghasut masyarakat agar membenci atau hilang kepercayaan kepada pemerintah, walaupun dengan cara provokasi atau fitnah.
c) Menggunakan kekuatan, seperti senjata, protes bersenjata, atau pemberontakan untuk menggulingkan pemimpin.
d) Melancarkan kudeta (rampasan kuasa) atau menyokong kumpulan-kumpulan yang bertujuan menjatuhkan pemerintah yang sah.
e) Menolak bai‘ah (janji taat) yang telah diberikan kepada pemerintah, padahal ia masih sah secara syar‘i.
Contoh-contoh Khuruj dalam Bentuk Moden:
a) Demonstrasi yang membawa kepada kekacauan dan darah tumpah.
b) Gerakan militan untuk menumbangkan kerajaan.
c) Revolusi berdarah terhadap pemimpin Muslim yang zalim tapi belum kafir.
d) Mengajak orang ramai membangkang pemerintah secara terbuka dan keras tanpa maslahat.
Dalil:
Sabda nabi s.a.w,
"Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas, yang ada bukti dari Allah."
(Hadis Sahih, Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Penjelasan:
Manhaj Salaf tidak membenar kan pemberontakan terhadap pemerintah, walaupun mereka zalim, selagi mereka tidak melakukan kekufuran yang nyata dan terbukti menurut syariat. Kerana pemberontakan hanya akan membawa kerosakan yang lebih besar.
Ini berdasarkan nas-nas yang sahih, dan juga penjelasan para ulama Ahlus Sunnah.
Dalil Pengharaman Pemberontakan
a) Hadis dari ‘Ubadah bin ash-Shamit رضي الله عنه
“Kami telah berbai‘at kepada Rasulullah ﷺ untuk mendengar dan taat, dalam keadaan susah ataupun senang, dalam hal yang kami suka ataupun benci, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari yang memegangnya, kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata, yang kalian punya bukti di sisi Allah.”
[Hadis sahih, riwayat al-Bukhari (7056) dan Muslim (1709)]
Penjelasan hadis
“Kufran bawāhan”: Kekufuran yang jelas, terang, bukan sekadar kezaliman atau dosa.
“Indakum fīhi minallāhi burhān”: Harus ada dalil jelas dari Allah bahawa itu benar-benar kufur.
Maka: Zalim bukanlah Kufur. Tidak boleh khuruj (memberontak) hanya kerana pemimpin zalim.
b). Hadis Nabi ﷺ tentang pemimpin yang menzalimi
Sabda nabi,
“Akan ada pemimpin-pemimpin yang kalian kenal (baik) dan kalian ingkari (keburukan mereka). Siapa yang membenci (kezaliman mereka), maka dia lepas (dari dosa). Siapa yang ingkar (dengan hati), maka dia selamat. Tapi siapa yang redha dan ikut, dia berdosa.”
Para sahabat bertanya: “Apakah kami perangi mereka?”
Nabi menjawab: “Jangan, selama mereka masih menegakkan solat.”
[ Hadis riwayat Muslim (1854)]
Ini menunjukkan:
Pemimpin zalim tidak boleh diperangi selagi mereka masih Muslim dan menegakkan tanda-tanda Islam seperti solat.
Dalil Akibat Buruk Memberontak:
Sabda Nabi ﷺ:
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (pemerintah), lalu mati, maka dia mati dalam keadaan jahiliyyah.”
[Riwayat Muslim (1848)]
Ini kerana memberontak dan memecah belah umat akan menyebabkan kematian dalam keadaan jahiliyyah, satu celaan yang sangat berat.
Penjelasan Ulama Salaf:
a) Imam an-Nawawi رحمه الله berkata:
“Ulama sepakat bahawa tidak boleh memberontak kepada pemerintah, walaupun mereka zalim dan fasik, selama mereka tidak menampakkan kekufuran yang nyata.”
(Syarh Sahih Muslim)
b) Al-Hasan al-Basri رحمه الله berkata:
"Sesungguhnya para pemimpin adalah azab dari Allah. Tidak akan reda azab Allah dengan pedang kalian. Tapi reda Allah didapati dengan taubat dan doa."
3. Mendoakan Kebaikan bagi Pemerintah
Dalil:
Imam al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata:
"Jika aku mempunyai doa yang mustajab, aku akan tujukan untuk pemerintah."
(Siyar A‘lam an-Nubala’)
Penjelasan:
Doakan pemerintah mendapat hidayah, keadilan, dan dibantu untuk menegakkan Islam. Ini lebih baik daripada mencaci atau melawan.
Mendoakan kebaikan untuk pemerintah adalah amalan manhaj Salaf yang berpandukan kepada hikmah, nas-nas syar‘i dan kemaslahatan umat. Ia jauh lebih baik daripada mencaci, menghina, atau melawan pemerintah, kerana yang demikian hanya akan membawa kepada fitnah, perpecahan, dan kebinasaan.
Dalil dan Penjelasan
a) . Perintah Umum untuk Mendoakan Sesama Muslim
Iaitu dari firman Allah,
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan..."
(Surah Al-Ma’idah: 2)
Pemimpin Muslim termasuk dalam kalangan umat Islam, maka kita diseru untuk mendoakan kebaikan dan petunjuk untuk mereka, bukan keburukan.
b) Mendoakan Pemerintah adalah Tanda Ahlus Sunnah
🔸Imam al-Barbahari (ulama salaf) berkata:
"Apabila kamu melihat seseorang mendoakan kebaikan untuk pemerintah, ketahuilah dia adalah Ahlus Sunnah. Dan jika kamu melihat seseorang mendoakan keburukan atas pemerintah, ketahuilah dia ahli bid‘ah."
(Syarh as-Sunnah)
Ini menunjukkan bahawa mendoakan pemerintah adalah sunnah, sedangkan mencaci mereka adalah bid‘ah.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah رحمه الله berkata:
“Mendoakan pemerintah agar mendapat petunjuk adalah sebahagian dari agama dan nasihat kepada mereka. Adapun mencaci dan mencela pemerintah secara terbuka tidak termasuk agama, bahkan ia adalah maksiat.”
Nabi ﷺ Melarang Mencela Pemimpin
"Jangan mencaci para pemimpin kalian, jangan menipu mereka, dan bertakwalah kepada Allah. Bersabarlah, kerana sesungguhnya urusan itu akan menjadi dekat."
(Hadis riwayat Ibnu Abi ‘Asim, sahih)
Mengapa Mendoakan Lebih Baik Daripada Mencaci?
Kerana mendoakan itu:
- Menunjukkan keikhlasan dan adab
- Membawa rahmat dan hidayah
- Mendorong perubahan secara aman
- Menjaga perpaduan umat
- Ikut sunnah para salafussoleh.
Tetapi Mencaci / Melawan itu:
- Tanda kebencian dan keangkuhan
- Menyebar kebencian dan permusuhan
- Menghasut pemberontakan dan kekacauan
- Memecah belah masyarakat
- Menyelisihi manhaj salafussoleh
4. Menasihati Pemerintah Secara Rahsia, Bukan di Hadapan Umum
Dalil:
Nabi ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin, maka janganlah di depan umum, tapi ajaklah dia secara rahsia."
(Hadis sahih riwayat Ahmad dan al-Hakim)
Penjelasan:
Menegur pemimpin dalam Islam harus dilakukan dengan hikmah, adab, dan secara tertutup, bukan secara terbuka atau mengaibkan, kerana:
🔹 Tujuan teguran ialah islah (perbaikan), bukan menjatuhkan.
🔹 Mengaibkan pemimpin secara terbuka hanya menimbulkan kemarahan, kebencian, perpecahan, dan akhirnya fitnah yang besar kepada umat.
Dalil dan Penjelasan
a) Hadis: Nasihat secara rahsia
Nabi ﷺ bersabda:
“Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, maka janganlah dia lakukan secara terang-terangan. Tetapi hendaklah dia mengambil tangannya dan menasihatinya secara sembunyi. Jika dia terima, itu yang diharapkan. Jika tidak, maka dia telah menunaikan kewajipannya.”
[HR. Ahmad (10905), Ibnu Abi ‘Asim (As-Sunnah) — Hadis sahih]
Ini menunjukkan:
- Menegur secara tertutup adalah akhlak Islam.
- Mengumumkan keburukan pemimpin secara terbuka bukan cara Nabi dan para salaf.
b) Perbuatan Mengaibkan Menyerupai Khawarij
Kaum Khawarij dikenal sebagai golongan yang:
- Mengaibkan pemimpin di khalayak,
- Mempromosikan kebencian,
- Mendorong pemberontakan.
Maka mengaibkan pemimpin secara terbuka menyerupai manhaj mereka, bukan manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.
c) Larangan Menyebarkan Aib Muslim
Dalil:
"Barangsiapa yang menutupi (aib) seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat."
[HR. Muslim (2590)]
Jika kita dilarang membuka aib orang biasa, maka lebih utama lagi larangan membuka aib pemimpin, kerana kesannya lebih besar dan meluas kepada umat.
Hikmah Menegur Secara Tertutup
- Menjaga maruah pemimpin
- Meningkatkan peluang diterima nasihat
- Menjaga kestabilan umat
- Tanda keikhlasan
Menghindari fitnah dan huru-hara
Menegur secara terbuka pula berakibatkan:
- Memalukan dan merosakkan nama baik
- Menyebabkan penolakan dan kedegilan
- Menyemai kebencian dan pemberontakan
- Tanda dendam atau niat menjatuhkan
- Membuka pintu perpecahan dan kekacauan
Perkataan Ulama Salaf
🔹Imam Ibn Rajab al-Hanbali berkata:
“Nasihat kepada pemimpin bukan dengan menyebarkan aib mereka secara terbuka, tetapi dengan cara yang lembut dan sembunyi, kerana itu lebih dekat kepada keberkatan nasihat.”
(Jāmi‘ al-‘Ulūm wal-Ḥikam)
5. Bersabar atas Kezaliman Mereka
Dalil:
"Kecuali jika kamu melihat kekufuran yang nyata..."
(Sebagaimana hadis sebelumnya)
Sabdab nabi lagi,
"Akan datang pemimpin-pemimpin yang kamu benci... bersabarlah, sehingga kamu bertemu denganku di telaga."
(Hadis sahih riwayat Muslim)
Penjelasan:
Bersabar atas kezaliman pemerintah Muslim lebih ringan mudaratnya daripada mencetuskan kekacauan dan fitnah. Ini adalah prinsip besar dalam manhaj Salaf yang berasaskan syariat, hikmah, dan pengalaman sejarah umat.
Dalil dan Penjelasan
a) Hadis tentang sabar terhadap pemimpin zalim
Nabi ﷺ bersabda:
"Akan ada pemimpin-pemimpin selepas aku, yang kalian kenal (kebaikan mereka) dan kalian ingkari (kezaliman mereka). Siapa yang membenci (kezaliman itu) maka dia selamat, siapa yang ingkar (dengan hati) maka dia lepas, tetapi siapa yang redha dan mengikuti, maka dia berdosa."
Para sahabat bertanya: "Apakah kami perangi mereka, ya Rasulullah?"
Nabi ﷺ menjawab:
"Tidak, selama mereka masih mendirikan solat."
[Hadis riwayat Muslim (1854)]
Makna hadis ini:
Selagi mereka masih Muslim dan mendirikan solat, kita tidak boleh memerangi atau menggulingkan mereka, walaupun mereka zalim.
b) Hadis: Sabar walaupun dipukul dan dizalimi
“Dengarlah dan taatilah pemimpin kalian, walaupun punggungmu dipukul dan hartamu diambil.”
[HR. Muslim (1847)]
Makna hadis ini:
Ini peringatan bahawa bersabar atas kezaliman lebih baik daripada memberontak, kerana khuruj (pemberontakan) akan membawa kerosakan yang jauh lebih besar.
c) Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah berkata:
“Jarang sekali walau satu kelompok pun yang keluar menentang pemerintah, kecuali kerosakan yang ditimbulkan lebih buruk daripada kezaliman pemerintah itu sendiri.”
( Minhaj as-Sunnah)
Pengslaman sejarah Islam
Banyak contoh dalam sejarah, seperti:
- Pemberontakan terhadap khalifah di zaman Bani Umayyah dan Abbasiyyah,
- Revolusi terhadap pemerintah yang sah di zaman moden,
Semuanya menghasilkan fitnah berdarah, huru-hara, rakyat menderita dan agama tergadai.
Manhaj Salaf menolak khuruj, kerana mereka memahami:
"Kezaliman pemerintah lebih ringan mudaratnya daripada hilangnya keamanan dan perpaduan umat."
Prinsip Fiqh
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
"Menghindari kerosakan didahulukan daripada meraih kebaikan."
Walaupun melawan pemimpin mungkin kelihatan “baik” kerana mahu tegakkan keadilan, namun jika ia membawa fitnah dan darah tertumpah, maka ia dilarang dalam Islam.
Kesimpulan:
Manhaj Salaf dalam urusan berinteraksi dengan pemerintahan berpegang pada prinsip:
- Wajib taat dalam perkara ma‘ruf.
- Tidak memberontak kecuali jika kufur jelas.
- Mendoakan pemimpin.
- Menasihati secara tertutup.
- Bersabar atas kezaliman demi mengelak fitnah yang lebih besar.
Prinsip ini dibina atas asas maslahat (kebaikan umum) dan mengelak mudarat menurut syariat.
Semoga bermenafaat dan sila sampaikan kepada orang lain.
Padang Jawa.
24/7/2025
Ulasan
Catat Ulasan